Pajak Penghasilan Pasal 23 untuk Waralaba
Pendahuluan
Waralaba merupakan model bisnis yang semakin populer di Indonesia. Dalam transaksi waralaba, pewaralaba (franchisor) memberikan hak kepada terwaralaba (franchisee) untuk menggunakan merek, sistem bisnis, dan kekayaan intelektualnya. Transaksi ini biasanya melibatkan pembayaran royalti atau biaya waralaba dari terwaralaba kepada pewaralaba.
Dalam konteks perpajakan Indonesia, transaksi waralaba dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia oleh pihak yang tidak berdomisili di Indonesia.
Dasar Hukum
Ketentuan mengenai PPh Pasal 23 untuk waralaba diatur dalam:
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
- Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha atau Pekerjaan Bebas
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23/26
Objek Pajak
Objek pajak PPh Pasal 23 untuk waralaba adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pewaralaba dari terwaralaba yang berdomisili di Indonesia, berupa:
- Royalti
- Biaya waralaba
- Biaya manajemen
- Biaya pelatihan
- Biaya dukungan teknis
- Pembayaran lainnya yang terkait dengan penggunaan merek, sistem bisnis, atau kekayaan intelektual pewaralaba
Tarif Pajak
Tarif PPh Pasal 23 untuk waralaba adalah 15%. Namun, tarif pajak ini dapat berkurang menjadi 10% atau 5% berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang telah ditandatangani Indonesia dengan negara domisili pewaralaba.
Wajib Pajak
Wajib pajak PPh Pasal 23 untuk waralaba adalah terwaralaba yang berdomisili di Indonesia.
Kewajiban Pemotongan dan Penyetoran
Terwaralaba sebagai wajib pajak PPh Pasal 23 berkewajiban untuk memotong dan menyetorkan pajak sebesar 15% dari setiap pembayaran yang dilakukan kepada pewaralaba. Pemotongan dan penyetoran pajak harus dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah pembayaran dilakukan.
Pelaporan
Terwaralaba juga berkewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 yang telah dilakukan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23. SPT Masa PPh Pasal 23 harus dilaporkan paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Sanksi
Terwaralaba yang tidak memenuhi kewajiban pemotongan, penyetoran, atau pelaporan PPh Pasal 23 dapat dikenakan sanksi berupa denda dan bunga.
Kesimpulan
PPh Pasal 23 merupakan pajak yang harus diperhatikan oleh pihak yang terlibat dalam transaksi waralaba. Terwaralaba sebagai wajib pajak berkewajiban untuk memotong dan menyetorkan pajak sebesar 15% dari setiap pembayaran yang dilakukan kepada pewaralaba. Pemenuhan kewajiban perpajakan ini sangat penting untuk menghindari sanksi dan menjaga kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.


