Toyota Supra: Legenda yang Hidup Kembali, Tapi Apakah Masih "Jepang" Murni?
Table of Content
Toyota Supra: Legenda yang Hidup Kembali, Tapi Apakah Masih "Jepang" Murni?
Toyota Supra. Nama itu saja sudah cukup membangkitkan nostalgia bagi para penggemar otomotif dunia. Mobil sport ikonik yang pernah berjaya di era 80-an dan 90-an, meninggalkan jejak tak terhapuskan dalam sejarah dunia balap dan budaya pop. Setelah vakum panjang selama lebih dari satu dekade, Supra kembali pada tahun 2019, namun kembalinya sang legenda ini memicu perdebatan: apakah Supra terbaru masih bisa disebut sebagai mobil "Jepang" murni?
Pertanyaan ini bukan tanpa alasan. Generasi kelima Supra (A90), yang diluncurkan pada tahun 2019, dibangun di atas platform bersama dengan BMW Z4. Kolaborasi ini, yang menandai langkah berani Toyota, menghasilkan mobil sport yang secara teknis berbagi banyak komponen dengan kendaraan buatan Jerman. Mesin, transmisi, dan beberapa aspek sasisnya merupakan hasil kerja sama dengan BMW, sebuah fakta yang tak bisa diabaikan ketika membahas identitas "Jepang" dari Supra terbaru.
Sebelum menelisik lebih dalam, penting untuk memahami konteks sejarah Supra. Generasi-generasi sebelumnya, dari A40 hingga A80, sepenuhnya dirancang dan diproduksi oleh Toyota di Jepang. Mereka merupakan produk murni dari keahlian teknik dan desain Jepang, mencerminkan filosofi dan budaya otomotif Negeri Matahari Terbit. Mesin 2JZ-GTE yang legendaris, yang terkenal dengan keandalan dan kemampuan modifikasi yang luar biasa, adalah jantung dari kejayaan Supra. Ini adalah simbol keahlian teknik Jepang yang tak terbantahkan.
Namun, dunia otomotif modern telah berubah. Skala ekonomi dan kompleksitas teknologi telah mendorong kolaborasi antar-perusahaan, bahkan di antara para kompetitor. Membangun mobil sport dari nol, dengan semua investasi riset dan pengembangan yang diperlukan, merupakan usaha yang sangat mahal dan berisiko. Toyota, dengan strateginya yang cermat, memilih untuk berkolaborasi dengan BMW, memanfaatkan keahlian dan infrastruktur yang dimiliki perusahaan Jerman tersebut.
Kolaborasi ini memungkinkan Toyota untuk lebih efisien dalam pengembangan dan produksi Supra A90. BMW menyediakan platform CLAR (Cluster Architecture) yang canggih, serta mesin dan transmisi yang telah terbukti kualitasnya. Hal ini memungkinkan Toyota untuk fokus pada aspek-aspek yang dianggap krusial untuk identitas Supra, seperti desain eksterior dan interior, serta penyetelan sasis untuk memberikan karakteristik berkendara yang khas.
Dari segi desain eksterior, Supra A90 jelas menampilkan DNA Supra klasik. Siluet yang panjang dan rendah, garis atap yang landai, serta lekukan-lekukan tajam pada bodi, semuanya merujuk pada warisan mobil sport legendaris ini. Toyota berhasil mengintegrasikan unsur-unsur modern dengan sentuhan retro yang elegan, menciptakan desain yang segar namun tetap menghormati masa lalu.
Di sisi lain, interior Supra A90, meskipun memiliki desain yang menarik, menampilkan beberapa elemen yang mengingatkan pada produk BMW. Tata letak kokpit, desain dasbor, dan beberapa kontrol terasa familiar bagi siapa pun yang pernah mengemudikan mobil BMW. Meskipun bukan sepenuhnya "copy-paste", kemiripan ini tak dapat dipungkiri dan menjadi salah satu poin utama perdebatan mengenai identitas "Jepang" Supra A90.
Perbedaan pendapat mengenai ke-Jepangan Supra A90 juga muncul dari segi mesin. Meskipun varian Supra yang dijual di beberapa pasar menggunakan mesin 2.0 liter 4 silinder turbocharged, varian yang dianggap lebih "ikonik" menggunakan mesin 3.0 liter 6 silinder turbocharged yang merupakan hasil kolaborasi dengan BMW. Mesin ini, meskipun bertenaga dan responsif, tidak memiliki "aura" yang sama dengan mesin 2JZ-GTE yang melegenda. Ketiadaan mesin yang sepenuhnya dirancang dan diproduksi oleh Toyota menjadi salah satu faktor yang mengurangi "rasa Jepang" bagi sebagian penggemar.
Namun, untuk menyebut Supra A90 sebagai mobil yang "tidak Jepang" sepenuhnya juga tidaklah adil. Toyota telah berinvestasi besar dalam penyetelan sasis dan penyesuaian karakteristik berkendara. Supra A90, meskipun berbagi platform dengan Z4, memiliki karakteristik berkendara yang berbeda, yang lebih fokus pada handling yang presisi dan responsif. Ini adalah bukti keahlian teknik Toyota dalam menyempurnakan platform yang ada dan membuatnya sesuai dengan filosofi berkendara yang diinginkan.
Kesimpulannya, pertanyaan apakah Toyota Supra A90 masih "Jepang" murni merupakan pertanyaan yang kompleks dan jawabannya bergantung pada perspektif masing-masing individu. Dari segi platform dan beberapa komponen utama, Supra A90 memang hasil kolaborasi dengan BMW. Namun, Toyota telah berhasil mengintegrasikan unsur-unsur desain dan karakteristik berkendara yang khas Jepang, menciptakan mobil sport yang tetap menghormati warisan Supra sambil memanfaatkan teknologi dan efisiensi kolaborasi global.
Supra A90 bukan sekadar mobil hasil "tempel-tempel" komponen dari dua perusahaan berbeda. Ini adalah mobil yang lahir dari kolaborasi strategis, yang menggabungkan keahlian dan sumber daya dari dua raksasa otomotif. Apakah ini mengurangi nilai "ke-Jepangan"-nya? Mungkin bagi sebagian orang, ya. Namun, di era globalisasi dan kolaborasi industri otomotif seperti saat ini, definisi "mobil Jepang" pun perlu dikaji ulang. Supra A90, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tetap merupakan mobil sport yang mengesankan, sebuah bukti bahwa inovasi dan kolaborasi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa, meskipun dengan sedikit nuansa yang berbeda dari generasi-generasi pendahulunya. Legendarisnya Supra tetap hidup, namun dalam bentuk yang sedikit lebih internasional.